Mehmet Özay 14
Juni 2012
Solat di Ide Rayeuk |
Apa yang
ingin saya angkat dalam artikel ini adalah pendekataan rakyat Aceh tersebut
patut dijadikan model oleh komunitas muslim yang lainnya. Mereka memiliki
empati yang kuat terhadap muslim Rohingya tersebut yang telah mengalami
penyiksaan baik oleh pemerintah Myanmar ataupun Thailand, yang kehilangan sanak
keluarga baik di kampong halaman ataupun saat masa pengungsian dilautan yang
tidak memiliki kesemptan untuk melihat Aceh. Namun disisi lain, kita tidak
mendengar sedikitpun pernyataan berarti dari intitusi internasional Islamterbesar
yang cabangnya berada tepat di jantung provinsi
Aceh terkait penanganan terhadap
pengungsi pengungsi muslim tertindas itu. Lebih buruk lagi, kepala institusi
tersebut baru mendengar khabar tentang muslim rohingya sebulan setelah mereka
mendarat di Aceh. Lalu Bagaimana kita bisa berharap banyak dari institusi
seperti ini untuk memberikan bantuan atau setidaknya mengunjungi para pengungsi
Myanmar di tempat penampungan mereka.
Kemandirian
masyarakat Aceh sendiri dalam membantu pengungsi tersebut layak mendapat lebih
banyak sorotan. Irwandi Yusuf yang menjabat sebagai gubernur saat itu
mendatangi kamp pengungsi berdasarkan inisiatifnya sendiri. Bahkan ia
menawarkan agar mereka diizinkan menetap di Aceh sepanjang yang mereka inginkan.
Tetapi dikarenakan kasus ini sangat bersifat internasional gagasan Irwandi
tidak dipertimbangkan. Pada dasarnya, Jakarta melihat Myanmar sebagai anggota
ASEAN sehingga baik secara langsung maupun tidak, pengungsi tersebut “diajak”
pulang menimbang hubungan politik dengan Myanmar. Walaupun begitu, dalam
kondisi seperti ini kita bisa langsung menilai adanya perselisihan keinginan
organisasi Islam dan Negara Negara ASEAN. Tapi ini adalah masalah yang berbeda
yang tidak masuk dalam bahasan artikel ini.
Meskipun pemerintah pusat “berhak”
mempertimbangkan hubungan politik dengan Myanmar, disisi lain komunitas muslim
rohingya ternyata memiliki garis sejarah yang penting. Mereka dikenal sebagai
kaum Arakan sejak keberhasilannya membangun kesultanan di wilayah yang
terbentang antara Myanmar dan Bangladesh. Anehnya, mereka tidak diterima
sebagai etnis legal selama pemerintahan modern Myanmar kecuali mengakui status
mereka sebagai kelompok sosial asing (foreign social group). Selain itu, masyarakat Buddha Myanmar menganggap mereka
hanya sebagai pengungsi illegal (new straits times, 13 Juni 2012: 30). Lebih
buruk lagi, sejauh ini kita belum melihat aksi konkrit apapun dari organisasi
international Islam. Dan sangat disayangkan lagi, dalam aspek tertentu,
masyarakat Benggali yang memiliki kesamaan talias ras dengan Arakan tidak juga
menampakkan sikap emphaty ataupun simpati. Sebagai tambahan, disebabkan insiden
yang akhir akhir ini terjadi, sekitar 1500 orang, termasuk lelaki, perempuan
dan anak anak mengungsi lagi dengan perahu tetapi sayangnya, mereka semuanya
dipulangkan dari batas Bengali secara tidak berprikemanusiaan. Lupakan saja
tentang keterlibatan sosial organisasi internasional Islam yang memiliki wadah hukum
yang cukup untuk menangani konflik etnis seperti ini. Pemerintahan Bengali
tampaknya tidak memiliki artikel konsitusi yang layak yang berada dalam basis
konvensi PBB.
Sebagaimana kita
dikejutkan, Sejak tanggal 8 Juni yang lalu Muslim Rohingya atau Arakan di
Myanmar telah mengalami serangan, penyiksaan, pembunuhan yang dilakukan oleh
mayoritas umat Buddha. Harta benda mereka dirusak termasuk 1,662 rumah dan
masjid. Walaupun ada banyak lagi kasus kasus yang telah terjadi, saya tidak
akan membahasnya dalam artikel ini. Tetapi faktanya adalah muslim Myanmar lagi-lagi
mengalami diskriminasi. Meskipun PBB mencoba
untuk melakukan sesuatu, hasilnya masih jauh dari harapan. Dan jika Anda menanyakan tentang bantuan
Organisasi Internasional Islam, saya tidak bisa memberikan jawaban seperti yang
Anda inginkan.
Oleh karena itu,
saya hendak mengingatkan sensitivitas Irwandi Yusuf dan masyarakat Aceh
beberapa tahun yang lalu merupakan expresi kemanusiaan yang paling mahal dan
kenyataan ini memperkuat karakteristik orang Aceh yang sejak dahulu dikenal
terbuka terhadap orang asing. Maka saya pikir
adalah hal yang masuk akal jika saya menawarkan masyarakat muslim lainnya agar belajar
lebih banyak dari Aceh, bukan melulu
dari Timur Tengah.
http://www.acehindependent.com/blog/muslim-rohingya-dan-fungsi-aceh/
Hiç yorum yok:
Yorum Gönder