Mehmet Özay 10.10.2023
Pidato ini tepat waktu dan relevan untuk mengingatkan
seluruh komunitas dunia tentang degradasi berbagai urusan global saat ini dan
langkah-langkah mendesak berikut ini yang harus dipertimbangkan secara tegas
oleh semua negara anggota PBB. Dalam arti tertentu, pidato ini mengajak semua
orang untuk mempertimbangkan bagaimana menyelesaikan dan menyelamatkan seluruh
umat manusia dari masa senja yang sangat terasa saat ini.
Pidato tersebut menyebarkan perspektif kritis dan solid
mengenai isi penting dari perkembangan global terkini, yang tertuang dalam SDGs
(Tujuan Pembangunan Berkelanjutan), yang memasukkan perubahan iklim ke
dalam ketahanan pangan. Perkembangan global ini – seperti yang terlihat
terutama dalam beberapa dekade terakhir – memiliki beragam alasan dan implikasi
pada skala lokal, regional, dan internasional, yang semakin menjadi objek fokus
pembicaraan kita sehari-hari.
Kekuasaan,
kepemimpinan, dan moralitas
Kurangnya tata kelola dunia yang baik dan permasalahan
moralitas yang terkait dengannya terlihat dari kontradiksi antara pernyataan
dan tindakan para pemimpin yang dikatakan memiliki kekuasaan di kancah
internasional.
Ibu Retno terutama menekankan secara mendasar dalam
pidatonya tentang kelemahan tata kelola global, ketidakmampuannya, dan
inkonsistensi dalam menangani permasalahan global yang muncul secara signifikan
akibat COVID-19. Setelah menyoroti isu-isu tersebut dan isu-isu serupa lainnya,
ia mengusulkan perubahan paradigma, yang diasumsikan dapat menyelesaikan permasalahan
global dan merestrukturisasi urusan internasional saat ini.
Semua orang merasa sepakat, tanpa membeda-bedakan status
sosial, bahwa permasalahan yang ada saat ini adalah ancaman terhadap keberadaan
biologis umat manusia. Artinya, tindakan yang diperlukan harus segera diambil,
terutama oleh negara-negara terkemuka, untuk mengadvokasi dan menjamin
perdamaian dan keamanan di seluruh penjuru dunia.
Kita - tanpa kecuali individu mana pun - telah
menyaksikan dan merasakan kondisi mengerikan dalam perkembangan global terkini
dalam berbagai cara, yang tidak diragukan lagi merupakan dampak langsung dari
tindakan manusia yang muncul dalam bentuk tindakan sosial, lingkungan, politik,
dan militer. gangguan dan perselisihan yang mengakar.
Di sisi lain, kekhawatiran utama di sini tidak terbatas
pada konflik dan perang yang terus terjadi di berbagai belahan dunia, yang
telah berdampak pada keseimbangan proses perdamaian regional dan global.
Sebaliknya, hal ini terutama mencakup perselisihan, salah tafsir atas sifat hubungan,
dan ditambah dengan fobia etnis, ras, dan agama di antara beragam komunitas di
seluruh dunia.
Ibu Menteri Indonesia secara implisit menekankan dalam
pidatonya bahwa batas kedaulatan setiap negara adalah sakral dan harus
diselamatkan dari segala intervensi ilegal. Selain itu, setiap bangsa dengan
nilai-nilai budaya dan agamanya masing-masing berhak untuk hidup dalam kondisi
berdaulat tanpa ancaman perubahan dari pihak lain.
Namun, dalam hal ini, sangatlah tepat untuk
mempertanyakan dan menuntut klarifikasi mengenai pihak-pihak yang harus
disalahkan atas kegagalan mereka dalam pemerintahan dunia. Meskipun pertanyaan
ini tidak berarti bahwa semua negara tidak bertanggung jawab, namun pertanyaan
ini merujuk pada situasi yang berkaitan dengan negara-negara besar dan para
pemimpin mereka yang mengklaim menguasai dunia.
Konteks dan Model Peran ASEAN
Pidato Ibu Retno juga memberikan wawasan mengenai sikap
negara Indonesia dan ASEAN sebagai badan regional yang beranggotakan sebelas
negara dalam urusan internasional. Tidak salah bila dikatakan bahwa Indonesia
-yang menandatangani pidato ini- bertindak sebagai suara ASEAN di sidang umum
karena Indonesia adalah negara ketua ASEAN tahun ini dan sedang menata ulang
kebijakan ASEAN sebagai cerminan dari perkembangan global yang tidak terduga, seperti
perdamaian dan keamanan, termasuk perubahan iklim.
Melalui konteks ASEAN, beliau menekankan tanggung jawab
setiap negara-bangsa dan tindakan kolektif dan persatuan negara-negara secara
global. Lebih dari itu, beliau mengajak seluruh pihak terkait untuk bertindak
berdasarkan landasan nilai-nilai kemanusiaan untuk mengatasi segala ancaman
relevan yang muncul karena berbagai sebab, baik yang disebabkan oleh manusia
maupun alam, seperti yang terlihat dalam bentuk bencana alam.
Terlihat bahwa salah satu konsep mendasar dari wacana Bu
Retno adalah ‘kepercayaan’. Ini adalah konsep yang penting karena nilainya
telah menurun drastis secara internasional. Dapat dikatakan bahwa setiap
kalangan yang bertanggung jawab sepakat bahwa pentingnya fenomena ini dalam
hubungan antarmanusia atau hampir musnahnya fenomena ini dalam konteks
internasional telah menyebabkan segala jenis bencana di bidang sosial, politik,
ekonomi, dan tentu saja alam, seperti yang terlihat di setidaknya dalam beberapa
tahun terakhir.
Strategi Cepat Tanggap
Pidato Ibu Retno ditujukan kepada negara-negara yang
mengklaim dirinya cukup kuat untuk mendikte urusan global. Dengan berpidato
dalam platform Perserikatan Bangsa-Bangsa, justru menjadi pengingat betapa semua
bangsa memerlukan niat dan tindakan bersama untuk mendalami dan menyelesaikan
permasalahan global.
Penekanan dari pidato tersebut adalah bahwa negara-negara
kuat tidak bertindak secara bertanggung jawab dan bertujuan untuk membuka
kredibilitas dan legitimasi negara-negara kuat di hadapan semua anggota PBB
lainnya.
Menteri Luar Negeri Indonesia tidak hanya dalam posisi
menegaskan; sebaliknya, ia mengusulkan stratgei sikap cepat tertentu untuk
dipertimbangkan oleh negara-negara anggota PBB.
Dengan begitu diharapkan bisa membangun jembatan di
antara negara-negara anggota PBB secara kolektif untuk berpartisipasi dalam
urusan global, mendukung semua isu pembangunan untuk tujuan bersama. Tidak
diragukan lagi, hal-hal ini pada dasarnya berkaitan dengan perdamaian global,
keamanan, dan pembangunan yang adil.
Dia menekankan perpecahan yang signifikan antara “para
Maha Kuasa Kecil” dan yang lainnya. Di sini, isi pidatonya
mengingatkan kita pada konteks yang dikembangkan dan dipopulerkan oleh Recep
Tayyip Erdoğan, Presiden Türkiye. Ini bahkan merupakan tahap perkembangan yang
penting untuk merestrukturisasi wacana dominan dalam hubungan internasional dan
global.
Konsep pembangunan tampaknya telah menjadi milik beberapa
negara dan telah menjadi konsep yang hilang bagi sebagian besar negara di
seluruh dunia. Lebih lanjut Ibu Retno mengingatkan kita semua tentang segala
tindakan yang sah untuk mensosialisasikan proses pembangunan
yang berkeadilan.
https://www.waspada.id/opini/retno-marsudi-perubahan-paradigma/
Hiç yorum yok:
Yorum Gönder