Rabu,
04 September 2013
Hal ini mengemuka dalam
diskusi yang dibuat oleh Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki
PEMERINTAH Aceh dinilai harus membuat qanun untuk
melindungi budaya secara luas dan khusus, misalnya dalam bidang musik, harus
ada aturan untuk melindungi pohon khusus untuk membuat rapai, yaitutualang dan pohon bahan pembuat seurune kale
supaya alat musik itu dapat dibuat dari bahan yang seharusnya.
Hal itu disampaikan oleh dosen seni Unsyiah, Ari Palawi
dalam Dialog ‘Posisi Seni Musik Klasik Aceh di Pentas Global’ yang dilaksanakan
oleh Ikatan Alumni Dayah Babun Najah (IKABANA) pada 3 September 2013, di kantor
Pusat Kebudayaan Aceh dan Turki (PuKAT), Banda Aceh.
“Di Hawai, Amerika Serikat ada larangan keras memotong
pohon tertentu sebelum usia yang ditentukan, akan dihukum berat jika
melanggarnya,” kata dosen alumni Hawai, Amerika Serikat.
Menurut lelaki yang sedang menyelesaikan program doktoral
di Monash University Australia ini, untuk melestarikan sebuah seni budaya,
semua pihak perlu melindungi bahan bakunya. Selain itu, kata dia, Perguruan
tinggi bertanggungjawab memperbaiki sistem, harus ada standarisasi masuk dan
kelulusan yang benar dalam fakultas seni bukan seperti kursus.
Diskusi yang dihadiri belasan peminat senit tersebut
berlangsung sekitar dua jam dan sempat tegang ketika para hadirin mengutarakan
pengalaman dan pandangannya masing-masing tentang seni musik di Aceh.
Penulis Aceh, Herman RN, yang menghadiri acara tersebut
mengharapkan ada definisi tentang seni, termasuk musik di Aceh, baik klasik,
tradisi, dan semacamnya.
Menyambut hal
tersebut, ketua panitia Muhajir Al Fairusy mengatakan bahwa diskusi akan
dilanjutkan dalam waktu dekat dengan tema tentang seni Aceh untuk merumuskan
beberapa hal untuk disepakati dan disampaikan kepada publik.
Hiç yorum yok:
Yorum Gönder